Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambang dan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia. Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa Indoensia. Bukti dari semua itu adalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung pada Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat, aplikasi sila-sila Pancasila jauh dari harapan. Banyaknya kerusuhan yang berlatar belakang SARA (suku, ras, dan antargolongan), adanya pelecehan terhadap hak azasi manusia, gerakan separatis, lunturnya budaya musyawarah, serta ketidak adilan dalam masyarakat membuktikan tidak aplikatifnya Pancasila. Adanya hal seperti ini menjauhkan harapan terbentuknya masyarakat yang sejahtera, aman, dan cerdas yang diidamkan melalui Pancasila.
Sebenarnya
bangsa Indonesia bisa berbangga dengan Pancasila, sebab Pancasila merupakan
ideologi yang komplit. Bila dibandigkan dengan pemikiran tokoh nasionalis Cina,
dr. Sun Yat Sen, Pancasila jauh lebih unggul. Sun Yat Sen meunculkan gagasan
tentang San Min Chu I yang berisi tiga pilar,yaitu nasionalisme,
demokrasi, dan sosialisme. Gagasan Sun Yat Sen ini mampu mengubah pemikiran
bangsa Cina di selatan.Dengan gagasan ini, Sun Yat Sen telah mampu mewujudkan
Cina yang baru, modern, dan maju. Apabila San Min ChuI-nya Sun Yat Sen
mampu untuk mengubah bangsa yang sedemikian besar, seharusnya Pancasila yang
lebih komplit itu mampu untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
Di
Indonesia, sejak diresmikannya Pancasila sampai sekarang, penerapan Pancasila
masih ‘jauh bara dari api’. Yang terjadi pada saat ini bukan penerapan
Pancasila, melainkan pergeseran Pancasila.Ketuhanan yang menjadi pilar utama moralitas
bangsa telah diganti dengan keuangan. Kemanusiaan yang akan mewujudkan kondisi
masyarakat yang ideal telah digantikan dengan kebiadaban dengan banyaknya
pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Persatuan yang seharusnya ada sekarang
telah berubah menjadi embrio perpecahan dan disintegrasi. Permusyawarahan
sebagai sikap kekeluargaan berubah menjadi kebrutalan. Sementara itu, keadilan
sosial berubah menjadi keserakahan.
Selain
dari pihak masyarakat sendiri, pergeseran makna Pancasila juga dilakukan oleh
pihak penguasa. Pada masa tertentu, secara sistematis Pancasila telah dijadikan
sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Tindakan yang dilakukan
terhaap Pancasila ini turut menggoncang eksistensi Pancasila. Pancasila
seakan-akan momok yang menakutkan, sehingga oleh sebagian masyarakat
dijadikan sebuah simbol kekuasaan dan kelanggengan salah satu pihak.
Dalam
era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam
aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang
mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya,
semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila
sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap
Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap
esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara
Indonesia.
Untuk
menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit
dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain
memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian
masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha
bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya
bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya
merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.
Dari
berbagai kenyataan di atas timbul berbagai pertanyaan, apakah pancasila sudah
tidak cocok lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kalau pancasila masih
cocok di Indonesia, dalam hal ini siapa yang salah, bagaimana membangun
Indonesia yang lebih baik sehingga sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Salah
seorang budayawan Indonesia yaitu Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “untuk memajukan
bangsa ini kita harus melihat kebelakang, karena masa depan bangsa Indonesia
ada dibelakang”. Maksudnya kita harus melihat kembali sejarah berdirinya bangsa
Indonesia. Cita-cita untuk memajukan bangsa Indonesia ada disana. Cita-cita
bersama itu adalah suatu paham yang diperkanalkan oleh Ir.Soekarno dalam rapat
BPUPKI. Cita-cita tersebut ialah pancasila.
Pancasila
merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu secara konsep pancasila merupakan suatu landasan
ideal bagi masyarakat Indonesia. Presiden Republik Indonesia (Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono) dalam pidato kenegaraannya mengatakan bahwa pancasila
sebagai falasafah Negara sudah final. Untuk itu jangan ada pihak-pihak yang
berpikir atau berusaha menggantikannya. Presiden juga meminta kepada seluruh
kekuatan bangsa untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penegasan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono adalah bentuk sikap reaktif atas kecenderungan realitas sistem sosial
politik yang saat ini mengancam eksisitensi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dengan
demikian pernyataan itu jika sikapi secara konstruktif merupakan peringatan dan
sekaligus ajakan politis kepada generasi sekarang untuk menjaga Pancasila dari
berbagai upaya taktis dari pihak-pihak yang ingin mencoba menggantikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar