Rabu, 02 Agustus 2017

Pengaruh Pancasila Terhadap Kehidupan Bermasyarakat

Image result for Cinta Tanah Air Indonesia

Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambang dan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia. Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa Indoensia. Bukti dari semua itu adalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung pada Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat, aplikasi sila-sila Pancasila jauh dari harapan. Banyaknya kerusuhan yang berlatar belakang SARA (suku, ras, dan antargolongan), adanya pelecehan terhadap hak azasi manusia, gerakan separatis, lunturnya budaya musyawarah, serta ketidak adilan dalam masyarakat membuktikan tidak aplikatifnya Pancasila. Adanya hal seperti ini menjauhkan harapan terbentuknya masyarakat yang sejahtera, aman, dan cerdas yang diidamkan melalui Pancasila.
Sebenarnya bangsa Indonesia bisa berbangga dengan Pancasila, sebab Pancasila merupakan ideologi yang komplit. Bila dibandigkan dengan pemikiran tokoh nasionalis Cina, dr. Sun Yat Sen, Pancasila jauh lebih unggul. Sun Yat Sen meunculkan gagasan tentang San Min Chu I yang berisi tiga pilar,yaitu nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme. Gagasan Sun Yat Sen ini mampu mengubah pemikiran bangsa Cina di selatan.Dengan gagasan ini, Sun Yat Sen telah mampu mewujudkan Cina yang baru, modern, dan maju. Apabila San Min ChuI-nya Sun Yat Sen mampu untuk mengubah bangsa yang sedemikian besar, seharusnya Pancasila yang lebih komplit itu mampu untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
Di Indonesia, sejak diresmikannya Pancasila sampai sekarang, penerapan Pancasila masih ‘jauh bara dari api’. Yang terjadi pada saat ini bukan penerapan Pancasila, melainkan pergeseran Pancasila.Ketuhanan yang menjadi pilar utama moralitas bangsa telah diganti dengan keuangan. Kemanusiaan yang akan mewujudkan kondisi masyarakat yang ideal telah digantikan dengan kebiadaban dengan banyaknya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Persatuan yang seharusnya ada sekarang telah berubah menjadi embrio perpecahan dan disintegrasi. Permusyawarahan sebagai sikap kekeluargaan berubah menjadi kebrutalan. Sementara itu, keadilan sosial berubah menjadi keserakahan.
Selain dari pihak masyarakat sendiri, pergeseran makna Pancasila juga dilakukan oleh pihak penguasa. Pada masa tertentu, secara sistematis Pancasila telah dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Tindakan yang dilakukan terhaap Pancasila ini turut menggoncang eksistensi Pancasila. Pancasila seakan-akan momok yang menakutkan, sehingga oleh sebagian masyarakat dijadikan sebuah simbol kekuasaan dan kelanggengan salah satu pihak.
Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.
Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.
Dari berbagai kenyataan di atas timbul berbagai pertanyaan, apakah pancasila sudah tidak cocok lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kalau pancasila masih cocok di Indonesia, dalam hal ini siapa yang salah, bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik sehingga sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Salah seorang budayawan Indonesia yaitu Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “untuk memajukan bangsa ini kita harus melihat kebelakang, karena masa depan bangsa Indonesia ada dibelakang”. Maksudnya kita harus melihat kembali sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Cita-cita untuk memajukan bangsa Indonesia ada disana. Cita-cita bersama itu adalah suatu paham yang diperkanalkan oleh Ir.Soekarno dalam rapat BPUPKI. Cita-cita tersebut ialah pancasila.
Pancasila merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu secara konsep pancasila merupakan suatu landasan ideal bagi masyarakat Indonesia. Presiden Republik Indonesia (Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono) dalam pidato kenegaraannya mengatakan bahwa pancasila sebagai falasafah Negara sudah final. Untuk itu jangan ada pihak-pihak yang berpikir atau berusaha menggantikannya. Presiden juga meminta kepada seluruh kekuatan bangsa untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bentuk sikap reaktif atas kecenderungan realitas sistem sosial politik yang saat ini mengancam eksisitensi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dengan demikian pernyataan itu jika sikapi secara konstruktif merupakan peringatan dan sekaligus ajakan politis kepada generasi sekarang untuk menjaga Pancasila dari berbagai upaya taktis dari pihak-pihak yang ingin mencoba menggantikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pekan Pancasila

               NEGARA Indonesia diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sehar...