Solusi
terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di atas adalah
dengan kembali ke nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya adalah bagaimana
cara kembali ke Pancasila ? Pertama, membumikan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Membumikan Pancasila
berarti menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup
dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus
diturunkan ke dalam hal-hal yang sifatnya implentatif. Sebagai ilustrasi
nilai sila kedua Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan
hukum yang adil dan tegas. Contoh, aparat penegak hokum (polisi, jaksa
dan hakim) harus tegas dan tanpa kompromi menindak para pelaku
kejahatan, termasuk koruptor. Jadi membumikan Pancasila salah satunya
adalah dengan penegakan hukum secara tegas. Tanpa penegakkan hukum yang
tegas, maka Pancasila hanya rangkaian kata-kata tanpa makna dan nilai
serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua,
internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal
maupun non formal (masyarakat). Pada tataran pendidikan formal perlu
revitalisasi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (dulu Pendidikan
Moral Pancasila) di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
selam ini dianggap oleh banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman
nilai-nilai Pancasila.
Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah
pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik
masih kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan
adanya anomaly anatara nilai positif di kelas tidak sesuai dengan apa
yang terjadi dalam realitas sehari-hari. Sungguh dua realitas yang
sangat kontras dan kontradiktif. Oleh karena itu, pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu
menjadi alat penanaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.
Pada
tataran masyarakat, internalisasi Pancasila gagal menjadikan masyarakat
Pancasilais. Pola penataran P4 yang dipakai sebagai pendekatan rezim
Orde baru juga gagal mengantarkan masyarakat Pancasilais. Hal ini
disebabkan Pancasila justru dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan.
Ketika reformasi seperti saat ini, Pancasila justru semakin jauh dari
perbincangan, baik oleh masyarakat maupun para elit politik. Pancasila
seakan semakin menjauh dari keseharian kita. Sungguh ironis sebagai
bangsa pejuang yang dengan susah payah para pendiri negara (founding father)
menggali nilai-nilai Pancasila dari budaya bangsa, kini semakin pudar
dan tersisih oleh hiruk pikuk reformasi yang belum mampu menyelesaikan
krisis multidimensional yang dialami bangsa dan negara Indonesia. Oleh
karena itu perlu dicari suatu model (pendekatan) internalisasi
nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat yang tepat dan dapat diterima,
seperti melalui pendekatan agama dan budaya.
Ketiga, ketauladanan
dari para pemimpin, baik pemimpin formal (pejabat negara) maupun
informal (tokoh masyarakat). Dengan ketauladanan yang dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila, diharapkan masyarakat luas akan mengikutinya. Hal
ini disebabkan masyarakat kita masih kental dengan budaya paternalistic
yang cenderung mengikuti perilaku pemimpinnya. Sudah semestinya kita
bangga kepada bangsa dan negara Indonesia
yang berideologikan Pancasila. Mari kita kembali ke jati diri bangsa
(Pancasila) dalam menyelesaikan setiap masalah kebangsaan yang kita
hadapi.
Play the best online casino site by players in South Africa - LuckyClub
BalasHapusDiscover the best luckyclub.live free casino sites for South African players. We aim to bring you the best casino sites, mobile, and more.